Karena Bersama Kita Kuat, Pandemi Bukan Pemisah Jarak!
Foto: pixabay.com |
Tidak disangka pandemi ini telah lama berdiam di bumi. Awalnya, dunia sepi. Kita semua terbenam dalam ketakutan. Perekonomian dunia melemah, sebagian penduduk dunia pun menjadi korbannya. Awalnya, kita pun merasa lemah dan pesimis menatap hidup. Alih-alih semakin terpuruk, kita malah semakin terbiasa dengan keadaan ini. Perlahan kita berdamai dengan keadaan. Kita tahu bahwa virus corona masih ada, tapi kita enyahkan rasa takut dari otak kita. Kita kembali hidup normal tanpa tekanan. Kita kembali membuka senyum, kita berusaha bahagia biar imun terjaga. Pandemi masih bersisa, tapi kehidupan akan tetap berjalan seperti seyogyanya, termasuk bergotong royong.
Kisah gotong royong saat pandemi terjadi di kampung halaman saya. Atas kesepakatan bersama akhirnya kami mantap untuk meremajakan kembali tempat ibadah kami, mesjid. Seluruh bangunan diratakan dengan tanah. Warga bergerak cepat. Tidak hanya tenaga, warga pun bersama-sama mengumpulkan dana untuk menambah uang kas yang telah ada.
Proses pemugaran mesjid At-Taqwa Foto:dokumen pribadi |
Pemasangan kubah mesjid At-Taqwa Foto: dokumen pribadi |
Meski pandemi menghantam dunia dan melemahkan perekonomian, tapi tekad yang kuat untuk segera menuntaskan cita-cita bersama membuat kami saling berpegang tangan. Warga kami mayoritas buruh, pedagang dan petani. Penghasilan rata-rata kami tidak besar. Tapi hasil yang sedikit itu tak membuat kami berhenti untuk menjadi seorang yang dermawan. Kami terus mengumpulkan uang seikhlas dan semampunya untuk mempercepat pembangunan. Selebihnya, putera-puteri yang berasal dari kampung kami dan telah sukses di ibu kota tak lupa mengulurkan bantuannya. Konsumsi dan tenaga kami sumbangkan tanpa pamrih. Mulai dari anak SD hingga orangtua semua ikut bergerak membantu. Saat proses pengecoran lantai dua, seluruh anggota dari sebuah organisasi kepemudaan pun ikut turun tangan. Padahal mereka berasal dari kampung yang lain. Namun semangat gotong royong telah membuat mereka dengan sukarela datang ke kampung kami dan menyumbang tenaganya. Atas dasar semangat kebersamaan itulah, tak heran dalam jangka waktu lima bulan rumah ibadah yang kami idamkan sukses terbangun. Biaya satu miliar yang semula dianggap terlalu besar, nyatanya begitu mudah didapat. Begitulah Tuhan memperlihatkan keagungannya. Biarpun berada di masa sulit karena pandemi, jika apa yang kita lakukan semata karena Tuhan maka mudah saja bagi-Nya untuk memberi jalan.
Mesjid At-Taqwa setelah dipugar Foto: dokumen pribadi |
Berjarak Bukan Berarti Jauh
GOTONG ROYONG adalah tradisi bangsa kita yang akan terus kita wariskan pada anak cucu. Di dalam gotong royong terdapat nilai kerjasama. Dan negara ini pun terbentuk atas semangat kerjasama para pahlawannya dalam menumpas penjajahan. Dan sebagai penerus bangsa, semestinya kita patut meneruskan perjuangan mereka untuk bekerjasama membangun negeri ini.
Kita hidup di tengah masyarakat yang heterogen. Bermacam suku, adat, budaya, bahasa, ras dan agama adalah anugerah tersendiri yang Tuhan limpahkan pada tanah ini. Alangkah cantiknya negeri ini apabila kita yang berbeda ini bisa saling bahu-membahu membangun bangsa ini menjadi bangsa yang selalu terdepan dalam banyak bidang.
Untuk memutus rantai penyebaran virus corona, beribu kali pemerintah mengingatkan agar kita mematuhi protokol kesehatan dan menjaga jarak. Meski secara jasmani kita dianjurkan untuk saling berjauhan, tapi secara ikatan sosial seharusnya kita semakin dekat.
Saat pertama kali mewabah virus corona seakan menjadi momok tersendiri. Orang yang terinfeksi virus ini akan langsung terasing dari lingkungannya. Ada beberapa berita penolakan atas pasien corona yang meninggal untuk dimakamkan di kampung halamannya sendiri. Masyarakat seolah terjebak pada phobia virus yang berlebihan. Penyintas covid seakan sebuah hal yang menjijikan dan menakutkan. Mereka enggan berinteraksi bahkan ketika dia dinyatakan negatif. Bersyukur sekali, setelah sekian lama akhirnya pola fikir masyarakat berubah. Para penyintas covid tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang perlu dijauhi secara sosial. Namun, kehadirannya kembali di tengah masyarakat setelah melewati isolasi sangat diterima dengan baik.
Pemberian sembako secara swadaya untuk warga yang melakukan isoman. Foto: dokumen pribadi |
Gotong royong masyarakat pun perlahan terbentuk dengan diadakannya sumbangan-sumbangan secara swadaya untuk menyuplai kebutuhan para penyintas yang sedang melakukan isoman. Pembatasan sosial ber-level yang diterapkan pemerintah disinyalir mampu menekan angka kenaikan positif covid. Meski kebebasan interaksi mengalami pengekangan, namun hal itu justru memberikan hasil yang positif.
Dilansir dari situs dw.com, Indonesia berhasil mencatat angka positif terendahnya pada Minggu, 9 September 2021 dengan posivity rate 3,05%. Angka tersebut jauh di bawah ideal angka WHO yaitu 5%. Indonesia mengalami puncak kritis covid pada Juli 2021. Dimana pada bulan tersebut harian positif mencapai 40 hingga 50 ribu atau melampaui angka 30-40%. Pada puncak covid tersebut, hampir setiap hari kita akan mendengar pengumuman tentang kematian. Banyak warga yang menutup rapat pintunya dan menempel tulisan dipintu bahwa mereka sedang melakukan isolasi mandiri.
Keberhasilan Indonesia keluar dari masa kritis dan mencatat rekor terendah angka positif covid tentunya tidak terlepas dari kerjasama masyarakat dengan pemerintah. Ketika pemerintah membuat aturan kemudian masyarakat mematuhinya, maka disitulah titik sukses bisa kita capai. Meski belum sepenuhnya kita terbebas dari ancaman virus, tapi paling tidak kita bisa sedikit bernafas lega kala tahu bahwa angka positif sudah jauh lebih sedikit.
Di tengah keberhasilan Indonesia dalam melawan pandemi ini, putera-puteri Indonesia pun tak lupa mempersembahkan prestasi terbaiknya walau dalam keadaan yang serba terbatas. Para pahlawan olah raga berhasil mempersembahkan lebih dari satu medali buat tanah air tercinta, mulai dari emas hingga perunggu berhasil dibawa pulang dari perhelatan super akbar olympiade Tokyo 2021-harusnya 2020 tapi karena pandemi kemudian diundur menjadi 2021. Prestasi terbaik tersebut tentunya tidak diperjuangkan sendiri, melainkan hasil dari adanya gotong royong bangsa ini dalam men-suport para pahlawannya untuk menorehkan prestasi terbaiknya di kancang internasional.
Foto: tribunnews.com |
Komentar
Posting Komentar