Resolusi 2019: Menguntai Harapan Baru dan Berjuang Untuk Asa yang Lama




Pixabay.com


Mas Fatur sedang asyik dengan mobil-mobilan yang dibelikan ayahnya. Beberapa menit yang lalu saya berpesan padanya agar dia bisa ngedolanin adik perempuannya saat saya berada di kamar mandi. Tapi rupanya Mas Fatur belum bisa dititipi. Dia sibuk dengan dunianya. Bahkan jika si adik menangis pun Mas Fatur masih enggan untuk melapor. 

Orang bilang, jika seorang anak sudah punya adik dia akan lebih cepat dewasa. Tapi itu rupanya hanya teori. Untuk Mas Fatur, hal itu tak berlaku. Alih-alih bisa momong adiknya, malah semakin manja. Si adik yang masih haus dengan kelonan ibu sambil mimi ASI, harus rela berbagi tangan ibu. Yang kanan ngelon adik, yang kiri ngelon Mas Fatur. Terkadang dia cemburu apabila saya sibuk terus dengan si adik. Dia merebut gendongan, "sudah, biar adik main sendiri!" Katanya sambil sedikit membentak.

Terkadang jengkel. tapi saya harus ekstra sabar. Umur lima tahun memang belum cukup dewasa untuk mengerti semuanya. Bahkan untuk menjelaskan bahwa kasih sayang seorang ibu sesungguhnya tidak terbagi, itu pun sangat sulit dipahaminya. Cemburunya si sulung memang sangat wajar. bisa dibayangkan, kemarin dia masih anak tunggal yang apa-apa semua tercurah sama dia. Tapi sekarang dia harus rela berbagi. Jadi, biarlah. Biar dia memahami seiring kedewasaannya. Sebagai ibu, saya tidak usah membentak dan memarahi. Andai bisa melayani keduanya secara bersamaan, akan saya layani. Tapi jika tidak bisa, bersabar dengan rengekan si sulung Mas Fatur untuk sebentar saja itu lebih baik.


Lima Tahun yang Terasa Cepat



Mas Fatur lima tahun lalu / dok.pribadi


Lima tahun. Ya, serasa kemarin saja. Tepat di Hari Pahlawan tahun 2013 Mas Fatur lahir. Tidaklah usah diceritakan bagaimana dia lahir. Terlalu panjang dan dramatis. Tapi yang pasti, sekian harapan bermunculan menyambut kelahiran anak pertama saya itu.

Harapan agar dia tumbuh cerdas dan membanggakan kedua orangtuanya itu sudah pasti. Dia sehat dan menjadi insan yang taat beragama pun menjadi harapan lainnya dari kami sebagai orangtua. Barangkali harapan-harapan semacam itu sudah mainstream dimiliki semua orangtua di muka bumi ini. Tapi ada satu harapan khusus dari saya, yakni ingin menyediakan kamar untuk Mas Fatur.

Kamar? Kenapa? Bukankah anak bayi tak memerlukan kamar khusus karena dia masih tidur bersama ibu bapaknya? Iya, betul! Tapi saya bukanlah tipe orang yang baru bertindak ketika sesuatu itu dibutuhkan. Saya akan bertindak jauh sebelum apa yang dibutuhkan itu benar-benar mendesak. Begitu juga untuk kamar Mas Fatur. Saya punya anak. Kelak anak saya akan tumbuh besar dengan cepatnya. Di kemudian hari itulah dia akan membutuhkan ruang privasi. Dia akan mempunyai dunia sendiri yang tak ingin dicampuri orangtuanya. 

Bukan. Bukan di saat dia menikah. Lihat saja,beberapa tahun kemudian saat dia memasuki sekolah dasar, dia akan minta dibuatkan kamar. Apalagi di zaman modern ini. Terkadang kedewasaan anak tumbuh lebih cepat dari usianya. Banyak anak yang menginginkan tempat bermaian pribadi dengan segala hal yang dia butuhkan. Oleh karenanya, keberadaan kamar Mas Fatur sudah saya fikirkan dari sejak dia lahir ke muka bumi.


Berjuang Untuk Asa yang Lama



Rumah ideal adalah bagian dari kebutuhan primer / pixabay.com



Kamar anak. Sebenarnya tidak sesederhana itu. Bukan hanya sekedar membangun kamar anak, tapi juga meliputi komponen-komponen lainnya. Logikanya, jika saya sudah mampu menyediakan kamar pribadi buat anak, berarti saya sudah dapat membangun rumah sendiri. Sebab salah satu komponen rumah ideal adalah terdapatnya ruang privasi yang disebut kamar, salah satunya adalah kamar anak. Dan apabila rumah ideal sudah mampu saya wujudkan, maka ini adalah pembuktian dari kemapanan financial saya.

Sekarang, keadaannya memang belum seperti itu. Sejak lima tahun lalu, saya dan keluarga masih betah menumpang di rumah orangtua. Kami harus berbagi tempat tinggal bersama ipar-ipar yang sama-sama belum mampu mandiri. Oleh karena itu kami hanya mendapatkan masing-masing satu kamar.

Membangun rumah ideal memang bukan hal yang mudah. Terlebih di zaman sekarang yang segalanya serba mahal, sementara upah kerja hanya beringsut satu jengkal saja dari upah sebelumnya. Harga-harga melambung tinggi, membuat orang ciut nyali untuk menggapai mimpinya. Pesimisme dan kekhawatiran pun kerap menghantui. Apa lantas kita menyerah? Tidak. Sekalipun mimpi itu tiap tahunnya hanya berupa onggokan asa yang hampa, tapi saya yakin dengan kesabaran dan ikhtiar yang tak kenal lelah, kelak akan indah jua pada waktunya.

Tidaklah disebut gagal ketika apa yang diihktiarkan belum tercapai, tapi kegagalan hanya datang pada mereka yang berhenti memperjuangkannya. Tidaklah perlu merasa bosan mengupayakan apa yang kita cita-citakan sekalipun itu untuk hal yang masih serupa, meski harus mengulang hingga seribu kali. Yakin, pada akhirnya waktu jualah yang akan menjawab setiap keberhasilan. Dan membangun rumah pribadi masih menjadi bagian dari resolusi saya di tahun 2019 ini. Serta Pada titik inilah saya benar-benar berjuang untuk asa yang lama.


Mewujudkan Harapan yang Baru



Kemampuan menguasai webdesain akan menambah nilai plus bagi seorang blogger / pixabay.com



Tidak hanya membangun rumah ideal, saya pun memiliki resolusi baru di tahun 2019 ini, yakni membangun rumah menulis. Rumah menulis seperti apakah yang saya maksud? Blog. ya, itulah rumah menulis saya. 

Blog ini memang dibangun dengan seadanya saja. Bukan saya tidak ingin membangunnya secara lebih profesional, namun hingga saat ini saya merasa masih belum cukup ilmu untuk itu. Selain kemampuan menulis saya yang masih harus banyak belajar, ilmu 'kelola web' pun masih sangat amatir. 

Sesungguhya, tidak hanya sebatas pada pengelolaan web, saya pun berhasrat untuk menggali potensi dalam bidang desain grafis. Sepertinya jika saya mampu mengelola web dengan baik, mumpuni dalam desain grafis, serta pengetahuan-pengetahuan lain yang berhubungan dengan kedua hal tersebut, bukan tidak mungkin blog sederhana yang saya miliki akan tumbuh menjadi blog profesional.

Tentunya, untuk memiliki kemampuan-kemampuan semacam itu saya harus belajar dari mereka-mereka yang ahli. Dan untuk mencari mereka yang ahli di bidang ini sangatlah mudah. Kita tinggal bergabung bersama DUMET SCHOOL.

Sebuah rumah menulis akan tampak menarik apabila di dalamnya terdapat rangkaiaan kata-kata indah yang tercipta dari kepiawaian sang penulis. Namun hal itu akan tampak lebih sempurna apabila terdapat tampilan desain yang apik. Dan akan terasa lebih luar biasa lagi apabila desain yang apik itu dihasilkan dari keahlian kita sendiri. 

Akan disebut satu paket sempurna apabila seorang blogger mampu menulis dengan baik, mumpuni dalam mengelola web, menguasai desain grafis, serta hal-hal lain yang bersangkut paut dengan hal tersebut. Tentunya, proses pembelajaran yang terus menerus diperlukan untuk meraih kesempurnaan itu. Salah satu media belajar yang dapat menjembatani kesempurnaan kita sebagai seorang blogger adalah DUMET SCHOOL.

Tidak ada usaha yang mengkhianati hasil.

Betul! Saya percaya itu. Apabila saya terus belajar dan berusaha untuk terus membangun blog ini, bukan tidak mungkin saya pun bisa menjadi blogger sejati seperti mereka-mereka yang telah lebih dulu sukses.

Selamat datang tahun 2019!

Semoga di tahun inilah segala awal yang baik dimulai. Segala ikhtiar dimudahkan, usaha dilancarkan, serta disertai kesehatan dan segenap kemuliaan. Sekali tandang pantang untuk pulang. Selagi belum tercapai, resolusi yang sejak lima tahun terpendam akan terus kuperjuangkan hingga tiba di titik pembuktian. Serta untaian harapan baru pun akan segera terwujudkan.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seblak, Kuliner Parahyangan Yang Makin Tenar

Bika Talubi Inovasi Trendi Dari Ragam Kuliner Bogor Yang Super Lembut

Teknologi Dengan Segala Dampak Yang Di Timbulkan Dalam Kehidupan Sosial